AL- QUR’AN SEBAGAI
SUMBER HUKUM ISLAM
RANTI PERMATA SARI
12060123370
Mahasiswa Lokal 1/F
Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Mata Kuliah: Metodologi
Islam
Dosen Pengampu: Abdul
Ghani, M. Ed
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat
Allah SWT. Yang telah memberikan nikmat kepada penyusun.
Sehingga mampu menyelesaikan Makalah ini sesuai dengan waktu yang di
rencanakan.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni syariah agama
Islam yang sempurna, dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi alam
semesta.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas pada bidang studi Metodologi Islam Selain itu makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan tentang “Al- Qur’an Sebagai
Sumber Hukum Islam” baik bagi para pembaca ataupun bagi penulis sendiri.
Penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak selaku
dosen mata kuliah Metodologi Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Dan kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang sudah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Meskipun kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca
sangat dibutuhkan untuk memperbaiki penyusunan makalah kami selanjutnya.
Kemudian apabila terdapat kesalahan dalam makalah baik dari segi penyusunan
ataupun pembahasan , kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis,
01 Desember 2020
Ranti Permata Sari
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B.
Rumusa Masalah....................................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan....................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertiaan Al-qur’an dan Fungsi Al-qur’an.......................................... 2
B.
Al-qur’an sebagai Sumber Hukum menurut Ulama Imam Mazhab........ 5
C. Penjelasan Al-qur’an terhadap Hukum................................................... 7
D. Hukum yang Terkandung dalam Al-qur’an............................................ 8
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 12
B. Kritik dan saran ................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah
telah menetapkan sumber hukum islam yang wajib diikuti setiap muslim. Kehendak
Allah tersebut, terekam dalam al-Qur’an yang menjadi sumber hukum pertama dalam
agama islam. Aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an memiliki tiga fungsi
utama sebagai huda (petunjuk), bayyinat (penjelasan), dan furqon (pembeda).
Sebagai huda, artinya al-Qur’an merupakan aturan yang harus diikuti tanpa tawar
menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang dipasang di jalan-jalan.
Kalau seseorang tidak mengetahui arah jalan tetapi sikapnya justru mengabaikan
petunjuk yang ada papan itu, maka sudah pasti ia akan tersesat. Pengibaratan
tadi menunjukkan bahwa apabila al-Qur’an ditinggalkan atau diabaikan, sudah pasti
akan tersesat.
Petunjuk yang ada pada al-Qur’an benar-benar
sebagai ciptaan Allah, bukan cerita yang dibuat-buat. Semua ayatnya harus
menjadi rujukan termasuk dalam mengelola bumi. Melihat pentingnya
pembelajaran tersebut, maka menarik untuk dikaji khususnya isi dari al-Qur’an
sebagai sumber hukum.
B.
Rumusan Masalah
- Apa
yang dimaksud dengan al-Qur’an dan fungsi dari al-Qur’an?
- Apakah
semua ulama mazhab sepakat dengan kehujahan al-Qur’an?
- Bagaimana
penjelasan al-Qur’an terhadap hukum?
- Bagaimana
hukum yang terkandung dalam al-Qur’an?
C.
Tujuan Penulisan
- Untuk
mengetahui pengertian al-Qur’an dan fungsi al-Qur’an.
- Untuk
mengetahui kesepakatan ulama mengenai kehujahan al-Qur’an.
- Untuk
mengetahui penjelasan al-Qur’an terhadap hukum.
- Untuk
mengetahui hukum yang terkandung dalam al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qur’an dan Fungsi
Al-Qur’an
Secara etimologis, al-Qur’an dalam
Bahasa Arab diambil dari kata قرا (qara-a)
artinya membaca. Seperti yang tertuang dalam firman Allah:
اِنَّاعَلَيْنَاجَمْعَهُ وَقُرْاۤنَهُ٬فَاِذَاقَرَأْنَﻩُفَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya di dadamu dan
membuatmu pandai membaca. Apabila Kami telah selesai membacanya ikutilah
bacaannya itu. (QS. al Qiyamah:17-18).”
Secara terminologis, al-Qur’an
adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan perantaraan malaikat
Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafal Arab dan
makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasul bahwasanya dia adalah utusan Allah,
sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia, dan sebagai sarana
pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus sebagai ibadah bila
dibaca, diawali surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Naas, yang sampai kepada
kita secara teratur (perawinya tidak terputus) secara tulisan maupun lisan,
dari generasi ke generasi, terpelihara dari adanya perubahan dan penggantian.
Menurut Syaltut, al-Qur’an adalah
lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinukilkan kepada kita
secara mutawatir.
Al-Syaukani mengartikan al-Qur’an
adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis dalam
mushaf, dinukilkan secara mutawatir. Menurut Ibn Subku mendefinisikan al-Qur’an
adalah lafaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, mengandung mu’jizat
setiap suratnya, yang beribadah membacanya.
Dari definisi di atas dapat ditarik
suatu rumusan mengenai definisi al-Qur’an, yaitu lafaz berbahasa Arab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang dinukilkan secara mutawatir.
Adapun fungsi Al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
- Sebagai
huda (petunjuk bagi kehidupan umat). Fungsi huda ini banyak sekali
terdapat dalam al-Qur’an, lebih dari 79 ayat, salah satunya:
ذٰلِكَ اْلكِتَبُ لاَرَيْبَ فِيْهِ
هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ
Artinya:
“Kitab (al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertakwa. (al-Baqarah: 2)”
- Sebagai
rahmat (keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih sayangnya.
Al-Qur’an sebagai rahmat untuk umat ini, tidak kurang dari 15 kali
disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya:
تِلْكَ آيَاتُ اْلكِتَبِ اْلحَكيْمِ
هُدًى وَرَحْمَةًلِلْمُحْسِنِيْنَ
Artinya:
“Inilah ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan. (Luqman:
2)”
- Sebagai
furqon (pembeda antara yang baik dengan yang buruk; yang halal dengan yang
haram; yang salah dengan benar; yang indah dengan jelek; yang dapat
dilakukan dengan yang terlarang untuk dilakukan). Fungsi aL-qur’an sebagai
alat pemisah terdapat dalam tujuh ayat al-Qur’an, salah satunya:
شَهْرُرَمَضَانَ اّلذِيْ أُنْزِلَ
فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى واْلفُرْقَانِ
Artinya: “Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya
diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil).
(al-Baqarah: 185)”
- Sebagai
mau’izhah (pengajaran yang akan mengajarkan dan membimbing umat dalam
kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat). Fungsi
mau’izhah ini terdapat setidaknya dalam lima ayat al-Qur’an, salah
satunya:
وَكَتَبْنَالَهُ فِيْ اْلأَلْوَاحِ
مِنْ كُلِّ شَيْءٍمَوْعِظَةً
Artinya:
“Dan telah kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (taurat) segala sesuatu
sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu. (al-A’raf: 145)”
- Sebagai
busyra (berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan
sesama manusia). Fungsi busyra itu terdapat sekitar delapan ayat
al-Qur’an, seperti pada surat al-Naml:1-2
طس﴿١﴾تِلْكَ آَيَاتُ اْلقُرْآنِ
وَكِتَابٌ مُبِيْنٌ هُدًى وَبُثْرًى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya:
“Tha-Syin. (Surat) ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an, dan ayat-ayat Kitab yang
menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang
beriman.”
- Sebagai
tibyan atau mubin (penjelasan atau yang menjelaskan terhadap segala
sesuatu yang disampaikan Allah). Contoh fungsinya sebagai tibyan dalam
surat an-Nahl: 89
وَنَزَّلْنَاعَلَيْكَ اْلكِتَابَ
تِيْبَانًالِكُلِّ شَيْءٍ
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu.”
Sedangkan contohnya sebagai mubin
terdapat dalm surat al-Naml: 1-2
- Sebagai
mushaddiq (pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya). Seperti dalam
surat ali Imran: 3
نَزَّلَ عَلَيْكَ اْلكِتَابَ
بِاْلحَقِّ مُصَدِّقًالِّمَابَيْنَ يَدَيْهِ
Artinya:
“Dia menurunkan al-kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya: membenarkan
kitab yang telah di turunkan sebelumnya…”
- Sebagai
nur (cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh jalan
menuju keselamatan). Seperti pada surat al-Maidah: 46
فِيْهِ هُدًى وَنُوْرٌوَمُصَدِّقًالِّمَابَيْنَ
يَدَيْهِ
Artinya:
“Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab
sebelumnya…”
- Sebagai
tafsil (memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksanakan
sesuai dengan yang dikehendaki Allah). Seperti dalam surat Yusuf: 111:
وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ
يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya:
“Al-Qur’an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu…”
- Sebagai
syifa’u al-shudur (obat bagi rohani yang sakit). Seperti dituliskan dalam
surat al-Isra: 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ اْلقُرْآنِ مَا
هُوَشِفَاءٌوَرَحْمَةٌ لِلٔمُؤْمِنِيْنَ
Artinya:
“Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman.”
- Sebagai
hakim (sumber kebijaksanaan). Sebagaimana dalam surat luqman: 2
تِلْكَ آٰيٰاتُ اْلكِتَابِ
اْلحَكِيْمِ
Artinya:
“Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah.”
B. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab
- Pandangan
Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah sependapat dengan
jumhur ulama bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam. Namun, Imam Abu
Hanifah itu berpendapat bahwa al-Quran itu mencakup maknanya saja. Diantara
dalil yang menunjukan pendapat Imam Abu Hanifah tersebut, bahwa dia membolehkan
shalat dengan menggunakan bahasa selain Arab, misalnya dengan bahasa Parsi
walaupun tidak dalam keadaan madharat.
2. Pandangan Imam Malik
Menurut Imam Malik, hakikat al-Quran
adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya dari Allah SWT. Ia bukan makhluk,
karena kalam Allah termasuk sifat Allah. Imam Malik juga sangat menentang
orang-orang yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar,
sehingga beliau berkata, “Seandainya aku mempunyai wewenang untuk membunuh
seseorang yang menafsirkan al-Qur’an (dengan daya nalar murni), maka akan
kupenggal leher orang itu.”
Dengan demikian, dalam hal ini Imam
Malik mengikuti Ulama Salaf (Sahabat dan Tabi’in) yang membatasi pembahasan
al-Qur’an sesempit mungkin karena mereka khawatir melakukan kebohongan terhadap
Allah SWT. Maka tidak heran kalau kitabnya, Al-Muwathha dan Al Mudawwanah sarat
dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Imam Malik mengikuti jejak mereka
dalam cara menggunakan ra’yu.
3. Pendapat Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa
al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan beranggapan bahwa
al-Quran tidak bisa dilepaskan dari as-Sunnah, karena hubungan antara keduanya
sangat erat sekali. Sehingga seakan-akan beliau menganggap keduanya berada pada
satu martabat, namun bukan berarti Imam Syafi’i menyamakan derajat al-Qur’an
dengan Sunnah, perlu di pahami bahwa kedudukan as-Sunnah itu adalah sumber
hukum setelah al-Qur’an, yang mana keduanya ini sama-sama berasal dari Allah
SWT. Dengan demikian tak heran bila Imam Syafi’i dalam berbagai pendapatnya
sangat mementingkan penggunaan bahasa Arab, misalkan dalam shalat, nikah dan
ibadah lainnya. Beliau mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagi mereka yang mau
memahami dan mengistinbat hukum dari al-Qur’an.
4. Pandangan Imam Ahmad Ibnu Hambal
Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa
al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam, yang tidak akan berubah
sepanjang masa. Al-Qur’an juga mengandung hukum-hukum yang bersifat global dan
penjelasan mengenai akidah yang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap
berdirinya agama islam. Seperti halnya Imam As-Syafi’i, Imam Ahmad memandang
bahwa Sunnah mempunyai kedudukan yang kuat di samping al-Qur’an sehingga tidak
jarang beliau menyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah nash, tanpa menyebutkan
al-Qur’an dahulu atau as-Sunnah dahulu, tetapi yang dimaksud Nash tersebut
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
C. Penjelasan Al-Qur’an terhadap Hukum
Ayat-ayat Al-Qur’an dari segi
kejelasannya artinya ada dua macam, yaitu:
- Ayat
muhkam: ayat yang jelas maknanya, tersingkap secara terang sehingga
menghindarkan keraguan dalam mengartikannya dan menghilangkan adanya
beberapa kemungkinan pemahaman.
- Ayat
mutasyabih: ayat yang tidak pasti arti dan maknanya, sehingga dapat
dipahami dengan beberapa kemungkinan.
Dari segi penjelasannya terhadap
hukum, ada beberapa cara yang digunakan al-Qur’an, yaitu:
- Secara
Juz’I (terperinci), al-Qur’an memberikan penjelasan secara lengkap,
sehingga dapat dilaksanakan menurut apa adanya, meskipun tidak dijelaskan
Nabi dengan Sunnahnya.
- Secara
Kulli (global), penjelasan aL-Qur’an terhadap hukum berlaku secara garis
besar, sehingga masih memerlukan penjelasan dalam pelaksanaanya. Yang
paling berwenang memberikan penjelasan adalah Nabi Muhammad dengan sunnahnya.
- Secara
Isyarah, al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap apa yang secara lahir
disebutkan di dalamnya dalam bentuk penjelasan secara isyarat. Di samping
itu, juga memberikan pengertian secara isyarat kepada maksud lain. Dengan
demikian satu ayat al-Qur’an dapat memberikan beberapa maksud.
D. Hukum yang Terkandung dalam Al-Qur’an
Secara garis besar hukum-hukum dalam
al-Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga macam:
- Hukum-hukum
yang bertalian dengan I’tiqad yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah mengenai apa-apa yang harus diyakini dan yang harus dihindari
sehubungan dengan keyakinannya, seperti keharusan mengesakan Allah dan
larangan mempersekutukan-Nya.
- Hukum-hukum
yang bertalian dengan akhlak yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan
pergaulan manusia mengenai sifat-sifat baik yang harus dimiliki dan
sifat-sifat buruk yang harus dijauhi dalam kehidupan bermasyarakat.
- Hukum-hukum
yang bertalian dengan Amaliyah yaitu hukum-hukum yang menyangkut
tindak-tanduk manusia dan tingkah laku lahirnya dalam hubungan dengan
Allah, dalam hubungan dengan sesama manusia, dan dalam bentuk apa-apa yang
harus dilakukan atau harus dijauhi. Hukum amaliyah secara garis besar
terbagi dua:
- Hukum
‘ibadah dalam arti khusus, hukum yang mengatur tingkah laku dan perbuatan
lahiriah manusia dalam hubungannya dengan Allah, seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji.
- Hukum
mu’amalah dalam arti umum, hukum yang mengatur tingkah laku lahiriah
manusia dalam hubungannya dengan manusia atau alam sekitarnya, seperti jual
beli, kawin, dan pembunuhan. Bentuk hukum muamalah ada beberapa macam,
yaitu:
- Hukum
mu’amalat dalam arti khusus, hukum yang mengatur hubungan antara sesama
manusia yang menyangkut kebutuhan akan harta bagi keperluan hidupnya.
Contoh: jual beli, sewa menyawa, pinjam meminjam. Contoh ayat: Allah
berfirman dalam surat al-Qasas: 26-27
قَالَتْ إِحْدٰهُمَايٰۤاَبَتِ
اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَمَنِ اسْتَأْجَرْتَ اْلقَوِىُّ اْلَأَمِيْنُ۰قَلَ
إِنِّيْۤ أُرِيْدُأَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيْ هٰتَيْنِ عَلَۤى أَنْ تَأْجُرَنِيْ
ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًافَمِنْ عِنْدِكَ وَمَۤاأُرِيْدُأَنْ
أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِيْۤ إِنْشَاۤءَاللّٰهُ مِنَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya”.Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik”.
- Hukum
munakahat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia yang
menyangkut kebutuhan akan penyaluran nafsu syahwat secara sah dan yang
berkaitan dengan itu. Contoh: kawin, cerai, rujuk dan pengasuhan atas anak
yang dilahirkan. Contoh ayat: Allah berfiman dalam QS. al-Baqarah: 236
لَاجُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ
طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَمَالَمْ تَمَسُّوْ هُنَّ اَوْتَفْرِضُوْالَهُنَّ فَرِيْضَةً
وَّمَتِّعُوْهُنَّ عَلَى اْلمُوْسِعِ قَدَرَهُ وَعَلَى اْلمُقْتِرِقَدَرُهُ
مَتَاعًابَاْلمَعْرُوْفِ حَقًّاعَلَى اْلمُحْسِنِيْنَ
Artinya:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau
kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam
(bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”
- Hukum
mawarits atau wasiat, hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia
yang menyangkut perpindahan harta yang tersebab oleh adanya kematian.
Contoh ayat: Allah berfiman dalam QS an-Nisa’:11
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْۤ
اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِمِثْلُ حَطِّ اْلاُنْثَيَيْنِ فَاِنْ كُنَّ نِسَآءًفَوْقَ
اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَامَاتَرَكَ وَاِنْ كَانَتْ وَاهِدَةًفَلَهَاالنِصْفُ
وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاهِدٍمِّنْهُمَاالسُّدُسُ مِمّاتَرَكَ اِنْ كَانَ لَهُ
وَلَدٌ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُ وَلَدٌوَّوَرِسَهُۤ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ
الثُّلُثُ فَانْ كَانَ لَهُۤ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ
بَعْدِوَصِيَّةٍيُّوْصِيْ بِهَآاَوْدَيْنٍ اٰبَآؤُكُمْ وَاَبْنَآؤُكُمْ
لاَتَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهُ اِنَّ
اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًاحَكِيْمًا
- Hukum
Jinayah atau pidana, hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia lain yang menyangkut dengan usaha pencegahan terjadinya kejahatan
atas harta, maupun kejahatan penyaluran nafsu syahwat atau menyangkut
kejahatan dan sanksi bagi pelanggarnya. Contoh: pencurian, pembunuhan, dan
perzinahan. Contoh ayat: Allah berfiman dalam QS al-Baqarah: 178
يٰۤاَيُّهَاالَّذِيْنَااٰمَنُوْاكُتِبَ
عَلَيْكُمُ اْلقِصَاصُ فِى اْلقَتْلٰى
اْلحُرُّبِاْلحُرِّوَاْلعَبْدُبِاْلعَبْدِوَاْلنْثٰى بِاْلعُنْثٰى فَمَنْ عُفِيَ
لَهُ مِنْ اَحِيْهِ شَيْءٌفَاتِّبَاعٌ باْلمَعْرُوْفِ وَاَدۤاءٌاِلَيْهِ
بِاِحْسَانٍ دٰلِكَ
- Hukum
murafa’at atau qadha atau acara, hukum yang mengatur hubungan antara
sesama manusia yang berkaitan dengan usaha penyelesaian akibat tindak
kejahatan di pengadilan. Contoh: kesaksian, gugatan, dan pembuktian di
pengadilan. Contoh ayat: Allah berfirman dalam QS. an-Nisaa’: 135
يٰۤاَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُوْاكُوْنُوْاقَوَّامِيْنَ
بِاْلقِسْطِ شُهَدَآءَلِلّٰهِ وَلَوْعَلىٰۤ اَنْفُسِكُمْ اَوِالْوَالِدَيْنِ
وَاْلاَقْرَبِيْنَ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّااَوْفَقِيْرًافَاللّٰهُ اَوْلىٰ
بِهِمَا فَلاَتَتَّبِعُواالْهَوٰۤى اَنْ تَعْدِلُوْا وَاِنْ تَلْوُۤااَوْتُعْرِضُوْافَاِنَّ
اللّٰهَ كَانَ بِمَاتَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan”
- Hukum
dusturiyah atau tata negara, hukum yang mengatur hubungan antara manusia
dengan manusia lain yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Contoh: ulil amri, khalifah, baitul mal. Contoh ayat: Allah
berfirman dalam QS al- A’raf: 142
وَوٰعَدْنَامُوْسٰى ثَلٰثِيْنَ
لَيْلَةًوَّاَتْمَمْنٰهَابِعَشْرٍفَتَمَّ مِيْقَاتُ رَبِّهِۤ اَرْبَعِيْنَ
لَيْلَةً وَقَالَ مُوْسٰى لِاَخِيْهِ هٰرُوْنَ اخْلُفْنِيْ فِيْ قَوْمِيْ
وَاَصْلِحْ وَلَاتَتَّبِعْ سبِيْلَ الْمُفْسِدِيْنَ
Artinya:
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu
tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam
lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.
Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam
(memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan”.
- Hukum
dualiyah atau antar negara atau internasional, hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya dalam suatu negara dengan manusia di
negara lain, dalam keadaan damai dan keadaan perang. Contoh: tawanan,
ekstradisi, perjanjian. Contoh ayat: Allah berfirman dalam QS. Muhammad: 4
فَاِذَالَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْافَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتّٰۤى اِذَۤااَثْخَنْتُمُوْهُمْ
فَثُدُّواالْوَثَاقَ فَاِمَّا مَنًّابَعْدُوَاِمَّافِدَۤاءًحَتّٰى تَضَعَ
الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا ذٰلِكَ وَلَوْيَشَۤاءُاللّٰهُ لَانْتَصَرَمِنْهُمْ
وَلَٰكِنْ لِّيَبْلُوَاْبَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْافِيْ سَبيْلِ
اللّٰهِ فَلَنْ يَّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ
Artinya:
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka
pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka
maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau
menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki
niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian
kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka”
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
1. Pengertian
dan fungsi al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada
generasi setelahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, tertulis
dalam mushaf; dimulai dari surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Naas.
Fungsi al-Qur’an yaitu sebagai huda,
sebagai rahmat, sebagai furqon, sebagai mau’izhah, sebagai busyra, sebagai
tibyan atau mubin, sebagai mushaddiq, sebagai nur, sebagai tafsil, sebagai
syifa’u al-shudur, dan sebagai hakim.
2. Al-Qur’an
Sebagai Sumber Hukum Menurut Ulama Imam Mazhab
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa
al-Quran itu mencakup maknanya saja. Imam Malik, hakikat al-Quran menentang orang-orang
yang menafsirkan al-Qur’an secara murni tanpa memakai atsar. Imam Syafi’i
berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, dan
tidak bisa dilepaskan dari as-Sunnah. Imam Ibnu Hambal berpendapat bahwa
al-Qur’an itu sebagai sumber pokok hukum islam, yang tidak akan berubah
sepanjang masa.
B. Saran
Setelah penulis mencoba
sedikit menguraikan hal-hal mengenai Al- Qur’an
Sebagai Sumber Hukum Islam, penulis
berharap semoga dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat memberikan kesadaran baik bagi penulis sendiri ataupun
para pembaca untuk mengetahui dan memahami pentingnya pengetahuan Al-
Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Karena segala sesuatu perbuatan telah diatur dalam Islam
yang telah dibukukan secara sempurna didalam Al-qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf, Abdul Wahhab. 2003. Ilmu Ushul Fikih.
Jakarta: Pustaka Amani.
Salam, Zarkasji Abdul, Oman Fathurrohman SW. 1994. Pengantar
Ilmu Fiqh Usul Fiqh I. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Syafe’i, Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqh Jilid I. Ciputat:
Logos

Comments
Post a Comment